This World need to be changed

Senin, 13 Desember 2010

Sepercik nasihat dari Novel Veel Zoeken van Aroemdaloe: Ramalan suku Tengger: Kebangkitan Nusantara ?

“A-ARUUMM…T-TOLONG PAMAAN!!.....TOLONG PAMAN.... !!!” jerit paman. Akhir-akhir ini beliau sering sekali mengigau dalam tidurnya. Tubuhnya selalu berkeringat, dan lemas setelah terbangun keesokan harinya. Kejadian ini terjadi pada akhir tahun 1941.

Hingga pada akhirnya, paman menceritakan mimpinya kepadaku. “ Arum, paman bermimpi buruk ..!!” “ Mimpi apa itu paman ? aku juga selalu mendengar paman berteriak dan mengigau setiap malam...” “ Paman bermimpi bertemu dengan seorang bidadari, cantik sekali wajahnya! Tetapi, adayang aneh dengan kakinya..!!!” “ Ada apa dengan kakinya, paman ? “ “ Paman lihat, itu bukan kaki manusia!! tetapi kaki seekor elang yang besar sekali dan menyeramkan!! kuku-kukunya menancap dengan keras ke tanah…!!!” “K-kaki elang ? “ “ Ya…dan tiba-tiba saja, bidadari itu mengejar paman!!! dan paman tidak bisa lari menghindarinya…!!!”“Ah…paman, itu kan hanya mimpi!! hanya sebuah bunga tidur…” “ Tidak, Arum, ini bukan mimpi biasa !!! mimpi paman itu terulang selama tiga hari berturut-turut!!! jelas ini bukan mimpi biasa….!!! “ “ Paman harus menceritakan mimpi ini kepada Ki Suko, secepatnya !!!” lanjutnya. “ Ki Suko? siapa itu paman ?“ “ Seorang dukun dari suku Tengger yang tinggal di lereng Gunung Bromo. Dia pasti tahu apa arti mimpi paman ini..!!!”


Hari itu, mendadak, aku merasakan keinginan yang luar biasa untuk mengikuti paman ke lereng Gunung Bromo. Otak bawah sadarku terus mendesakku seraya berkata, “di Gunung Bromo , kamu akan menemukan potongan dari kebenaran yang kamu cari!!!”

Aku dan Paman mengunjungi rumah seorang dukun yang tinggal membaur dengan kelompok suku Tengger di lereng gunung Bromo, Ki Suko. Orang yang satu ini tergolong misterius, dan tidak menjawab apabila tidak ditanya. Pastilah dia adalah seorang ahli kebathinan.

“ Ki, ada yang mau saya tanyakan soal mimpi saya..!!!” tanya pamanku. “ Sudahlah, tidak perlu kamu utarakan!! aku sudah mengetahui semuanya…!!!” jawab dukun tua yang aneh itu. “ Bagaimana Ki tahu mengenai mimpi saya ? “ “ Sorot matamulah yang mengatakan semuanya!!“ Aku dan paman membisu mendengarkan wejangan yang keluar dari mulut Ki Suko. “ Begini Kertohardjo, kamu bermimpi didatangi oleh bidadari yang berparas cantik! Namun, berkaki rajawali yang menakutkan!! lalu makhluk itu mengejarmu hingga kamu tidak berkutik lagi!! dan mimpi itu terulang selama tiga hari berturut-turut..!!!”

“ Benar, Ki…seperti itulah mimpi saya…” “ Baiklah, biar kukatakan maknanya… “ Kemudian dukun itu membaca mantera-mantera dalam bahasa jawa yang tidak kupahami artinya . Setelah itu , barulah Pak Suko memberikan penjelasan. “ Dalam keyakinan Hindu, ada tiga dewa utama yang berkuasa, yaitu Brahma,Wisnu, dan Shiwa. Namun, pada hakikatnya, tetap Brahmalah satu-satunya pencipta dan pengatur alam semesta ini . Sementara, Wisnu dan Shiwa adalah perpanjangan tangan dari Brahma. Brahma adalah dewa pengatur dan pencipta alam semesta. Wisnu adalah dewa pemelihara alam semesta. Shiwa adalah dewa perusak alam. Seharusnya, dalam mengatur alam semesta ini, tentunya Brahma memiliki sejumlah aturan dan kebijaksanaan yang tetuang didalam pustaka suci, seperti Weda, Bhagawadgita, Upanishad , Purana , dan Itihasa. Brahma adalah gambaran dari Tuhan itu sendiri. Kemudian, Wisnulah yang menegakkan aturan itu dimuka bumi untuk menjaga keseimbangan alam. Wisnu adalah perwujudan dari seorang pemimpin yang bijaksana dan berpijak pada aturan Tuhan dalam memimpin, tidak dengan alam pikirnya sendiri. Sedangkan Shiwa adalah sifat manusia yang cenderung merusak, apabila tidak dikendalikan oleh hukum-hukum Brahma yang ditegakkan oleh wisnu. Adanya aturan Tuhan, pemimpin yang menegakkan aturan Tuhan itu dimuka bumi, dan rakyat yang tunduk patuh pada pemimpin, yang merupakan perpanjangan tangan dari suara Tuhan itu mutlak diperlukan. Apabila ketiganya sudah berjalan, maka, pastilah bumi ini diliputi oleh kedamaian dan keharmonisan alam.

Seorang Raja Jawa yang termahsyur dan bijak dari kerajaan Kediri mengatakan berabad-abad silam, bahwa kepulauan nusantara ini akan dijajah oleh bangsa kulit putih selama tiga setengah abad lamanya . Setelah itu, bangsa kulit putih itu akan terusir , dan digantikan oleh bangsa kulit kuning bertubuh pendek dari utara yang datang kemari, dan menjajah kepulauan nusantara ini. Kesengsaraan hidup dan kelaparan akan merata di seluruh kepulauan nusantara selama pendudukan bangsa dari utara itu. Meski begitu, bangsa itu hanya menjajah seumuran jagung. Umur jagung adalah tiga setengah bulan. Itu berarti, bangsa kulit kuning akan menjajah kepulauan nusantara selama tiga setengah tahun. Setelah jatuhnya bangsa kulit kuning itu, barulah kepulauan Nusantara ini benar-benar bebas dari kekuasaan asing. Kemudian, seorang dari tanah Jawa yang dijuluki Satrio Kinunjoro murwo Kuncoro akan memimpin bangsa ini, dilanjutkan oleh lima orang pemimpin lainnya yang berhasil mengubah wajah kepulauan nusantara, antara lain Satrio Mukti Wibowo Kesandung Kesampar , Satrio Jinumput Sumela Atur , Satrio Lelono Tapa Ngrame , Satrio Piningit Hamong Tuwuh, dan Satrio Boyong Pambukaning Gapuro. Setelah itu , kepulauan Nusantara akan menghadapi suatu zaman yang disebut zaman Kalabendu atau goro-goro , zaman edan , zaman kesengsaraan , dan umat manusia akan menjual mata hatinya hanya gara-gara sesuap nasi.

Artinya, dizaman itu, segala sesuatu yang tidak masuk akal bisa saja terjadi. Bahkan ada manusia yang melakukan perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh seekor hewanpun dimuka bumi ini. Setelah itu, Hyang Widhi akan turun tangan, dan membersihkan peradaban di zaman itu hingga habis sama sekali dengan mengadakan peperangan besar serupa dengan perang Baratayudha, perang besar antara pandawa dan kurawa. Pandawa adalah bangsa kecil yang memiliki lima macam sifat bijaksana manusia, melawan kurawa yang merupakan bangsa besar dengan 100 macam sifat angkara murka manusia. Brahma hanya menyisakan orang-orang yang dapat merawat bumi dan orang-orang yang benar dihadapan-Nya. Maka, dimulailah zaman baru. Zaman keadilan dan kebijaksanaan. Seorang pemimpin dari kalangan rakyat jelata akan memimpin nusantara, dan menegakkan hukum-hukum kebijaksanaan Hyang Widhi. Pemimpin itulah yang disebut Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu. Hyang Widhi sengaja menyembunyikan sosoknya selama zaman kekuasaan enam orang pemimpin, dan zaman goro-goro.

Selama tujuh abad masa kepemimpinan Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu beserta anak turunnya, bumi bagaikan nirwana. Keseimbangan alam terjaga. Manusia tidak lagi merusak alam dan belajar berperang. Pedang akan diubah menjadi mata bajak dan pisau pemangkas. Segala macam bentuk pajak dihapuskan. Semua keyakinan dimuka bumi ini akan bersatu membentuk suatu kebenaran yang utuh. Rakyat bersorak-sorak gembira menyambut kedatangan zaman keemasan ini, walaupun, sebelumnya mereka menghujat sosok Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu dengan keras pada zaman goro-goro. Tidak ada lagi orang yang mati kelaparan. Buah-buahan yang tumbuh ditepi-tepi jalan dapat dipetik dengan mudah. Beras dapat diperoleh tanpa harus mengeluarkan uang sepeserpun, karena pemilik sawah akan dengan rela menyerahkan padi-padinya yang telah masak untuk dipanen oleh orang lain. Kepulauan Nusantara akan bersinar terang dan menjadi pusat peradaban dunia yang kuat dan disegani. Bangsa-bangsa dunia berbondong-bondong ke tanah Jawa untuk belajar mengenai keadilan dan kebijaksanaan. Raja-raja dari Barat, Timur, Utara, dan Selatan akan datang menyerahkan diri, dan anak buahnya bersatu padu untuk membangun kepulauan Nusantara dengan sukarela, karena segan melihat pemimpin yang berkuasa waktu itu. Jalan raya di Nusantara bertingkat tujuh bagaikan tatanan langit. Saat itu, wilayah kekuasaan Nusantara meliputi ujung laut hingga bertemu ujung laut lagi. Lama kejayaannya adalah tiga masa dan setengah masa. Setelah itu, Nusantara akan mengalami masa kemundurannya secara perlahan-lahan. Mudah-mudahan aku masih hidup di zaman kejayaan Nusantara ini, atau, apabila Hyang Widhi terlanjur mengambil nyawaku, aku ingin terlahir kembali di zaman itu. Adapun makna dari bidadari berkaki rajawali dan kuku-kukunya menembus bumi itu, adalah bangsa dari utara yang tadi aku sebutkan. Bangsa itu akan datang kemari tidak lama lagi. Rentang waktu kedatangannya, hingga hari ini, hanya sejengkal telunjukku ini. Bangsa itu akan menangkapmu, memenjarakanmu, dan menyiksamu lantaran kamu adalah seorang petinggi dari bangsa kulit putih, yang menjadi saingan bangsa kulit kuning ini! “

Pamanpun langsung terperanjat ketika mendengar pernyataan Ki Suko ini. “ Lalu, bagaimana aku dapat terhindar dari malapetaka itu ?” tanya paman ketakutan.“ Kamu tidak bisa menghindar darinya, kamu hanya bisa mempetahankan dirimu saja! “ “ Bagaimana caranya? ““ Hanya pikiran dan sukma yang kuat sajalah yang dapat melewatinya, selain itu tidak !!! Maka, perkuatlah diri dan jiwamu selagi masih ada waktu..!!!”

Selama aku mencerna semua wejangan dari dukun itu, aku bertanya kembali kepada bawah sadarku. “ Apakah kata-kata ki Suko itulah yang kamu maksud potongan dari kebenaran itu ?” Disaat itu juga , bawah sadarku menjawab, “ Benar, tetapi itu hanya potongan! Kamu masih harus mencari potongan-potongan yang lain agar kamu bisa menyusunnya secara utuh!!!”

Sepulang dari Probolinggo, paman bukannya semakin tenang, malahan semakin ketakutan mendengar ramalan dukun yang meneropong jauh kedepan itu. Badan pamanku panas dingin selama seminggu setelah pulang dari Gunung Bromo. Aku mencoba untuk menenangkan pamanku, hingga akhirnya, ramalan itu menunjukkan kebenarannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar